Industri

Sawit Serta Produk Turunannya Miliki Peluang Tekan Defisit 

JAKARTA - Salah satu peluang ekspor yang dapat didorong pemerintah adalah kelapa sawit dan produk turunannya. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia sehingga pasokannya berlimpah.

"Sawit itu soalnya banyak menganggur distok jadi itu didorong dan dikeluarkan untuk ekspor," kata Peneliti Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) M Miftah. 

Ia memperkirakan hingga kuartal keempat 2018 neraca perdagangan Indonesia masih dapat mencatat surplus. Namun, untuk defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) diperkirakan masih tetap defisit.

"Di kuartal terakhirnya itu ada peningkataan sedikit untuk melambat untuk surplus. Current account juga akan defisit. Cadangan devisa bakal tergerus karena tekanan tidak berakhir dan tidak dalam skala signifikan jadi masih di atas 1 miliar dolar AS," ucapnya.

Hal ini dikarenakan adanya perang dagang antara AS dan China membuat perdagangan internasional tertekan. "Impor akan banjir karena China akan memindahkan pasarnya ke Indonesia kalau tidak dikelola akan lebih tinggi," tuturnya.

Oleh karenanya, tingkat impor nasional dapat ditekan secara signifikan jika pemerintah mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). "Sebagain besar impor kita itu BBM kalau konsumsi BBM dikurangi dan nilai impor kita kecil,"ucapnya.

Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Agustus 2018 tercatat defisit 4,09 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan pada Januari, Februari, April, Mei, Juli, dan Agustus perdagangan defisit sedangkan surplus hanya terjadi di Maret dan Juni.

BPS mencatat, nilai impor pada bulan ini yang menyentuh 16,84 miliar dolar AS, naik 24,65 persen dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 13,49 miliar dolar AS atau turun 7,97 persen dari Juli 2018. 

Akibatnya, neraca perdagangan Agustus 2018 kembali mencatatkan defisit 1,02 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Defisit ini disumbang oleh pertumbuhan impor yang sebesar 24,65 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor yang hanya 4,15 persen.

M Miftah juga menambahkan, defisit ini tidak dapat diselesaikan dengan menekan impor. Pasalnya, impor selama ini justru mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

"Tidak bisa terus-menerus menekan impor karena kalau impor terus ditekan itu pertumbuhan juga akan melambat sehingga memang begitu situasi sudah normal yang harus didorong sebetulnya adalah ekspor," ujarnya. *Se


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar